Lompat ke konten Lompat ke sidebar Lompat ke footer

Widget HTML #1

Makna Tifa Bagi Masyarakat Papua

Makna Tifa - Seorang sedang Memainkan Tifa

Tifa merupakan alat musik tradisional Papua yang paling populer di kalangan masyarakat, makna tifa bagi masyarakat Papua tidak hanya sebagai alat musik namun juga mempunyai nilai-nilai tertentu yang di percayai oleh suku-suku pemeluknya. Tifa terbuat dari kayu dengan membrane dengan kulit binatang dan tergolong single headed frame drum. Tifa biasanya dimainkan oleh seorang dengan jalan memukul bagian membranenya.

Papua sebagai daerah yang luas dengan beragam suku budaya memiliki makna yang berbeda-beda terhadap alat musik tifa berdasarkan suku pemeluknya.  Ada banyak suku di Papua yang memainkan alat musik ini seperti Sentani, Biak, Kamoro, Asmat, Serui dan beberapa suku lainnya.

Tifa adalah simbol identitas dan kebanggaan. Selain itu, Tifa merupakan simbol persatuan, kearifan lokal, dan kerukunan. Tifa biasa dimainkan dalam upacara-upacara besar dan peringatan tertentu. Tifa juga dimainkan untuk mengiringi tari gatsi, afaitaneng, aluyen, aniri, antoroni, dan tarian tradisional lainnya.

Asal-usul Tifa Papua terkait erat dengan cerita rakyat. Setiap suku mewarisi tifa secara turun-temurun dan memiliki cerita lisan tentang tifa yang dikaitkan dengan mitos tentang sukunya serta hubungan mereka dengan alam dan lingkungan. Tak heran jika ada berbagai versi asal-usul tifa di Papua serta berbagai makna tifa bagi masyarakat Papua.

Penjelasan makna tifa bagi beberapa suku di Papua

1.Tifa Masyarakat Kamoro

Orang Kamoro menyebut tifa dalam bahasa Kamoro yaitu eme. Dalam membuat tifa selalu mengintepretasikan kehidupan alam sekitar di dalam badan tifa. Bagi orang Kamoro, tifa adalah sebagai salah satu alat alat yang  dapat membawa harapan dalam kehidupan.

Warna-warna ukiran tifa yang dipakai dalam budaya Kamoro adalah warna merah, putih dan hitam. Warna merah terbuat dari watae, warna hitam dari arang dan warna putih dari kapur(mbuu puri). Warna merah dalam budaya Kamoro merupakan warna yang mengandung arti keberanian dan penyelamat  serta penyemangat. 

Warna –warna ini sering dipakai juga dalam acara tarian-tarian sebagai perias wajah. Warna putih, merupakan warna kesucian  dan warna ini paling dominan dalam kehidupan orang Kamoro; Warna putih sering dipakai dalam acara sakral seperti acara kematian dan upacara lainnya. Selain itu warna hitam, merupakan warna yang menandakan identittas orang Kamoro, warna putih sering dipakai dalam acara sakral seperti acara kematian dan upacara lainnya.

2. Cerita Mitos Tifa dari Biak

Sejarah tifa ini pun beragam tergantung persepsi tiap daerah masing-masing. Tetapi yang terkenal bagi masyarakat Papua adalah tifa dari daerah Biak. Masyarakat pedalaman mayoritas tentunya masih erat dengan cerita-cerita mitos yang ada.

Konon di suatu daerah di Biak hidup dua bersaudara laki-laki yang bernama Fraimun dan Sarenbeyar. Nama mereka pun memiliki arti yang membuat mereka sangat dekat, Fraimun yang artinya perangkat perang yang gagangnya dapat membunuh.

Sementara Saren artinya busur sedangkan Beyar adalah tari busur yang bermakna anak panah yang terpasang pada busur. Kedua Kakak Adik ini pergi dari desanya Maryendi karena desanya sudah tenggelam. Mereka berpetualang dan menemukan daerah Wampember yang berada di Biak Utara serta menetap di sana.

Ketika mereka sedang berburu di malam hari, mereka menemukan pohon opsur. Opsur sendiri artinya adalah pohon atau kayu yang mengeluarkan suara di tengah hutan. Karena sudah malam, mereka memutuskan untuk pulang ke rumah dan kembali esok hari.

Keesokan harinya mereka kembali mendatangi pohon tersebut. Pohon itu ditinggali oleh lebah madu, soa-soa serta biawak dan binatang-binatang kecil lainnya. Mereka penasaran dengan pohon tersebut dan akhirnya memutuskan untuk menebangnya.

Setelah itu mereka mengeruk dan mengosongkan bagian tengah kayu sehingga menyerupai pipa dengan peralatan seadanya yaitu memakai nibong.

Nibong adalah sebuah besi panjang yang ujungnya sangat tajam. Tidak lupa mereka membakar bagian tengah kayu tersebut agar lebih apik. Saat ingin menutupi salah satu isinya mereka berniat untuk memakai kulit paha sang Kakak. Setelah dipertimbangkan, rasanya akan sangat menyakitkan bagi sang Kakak. Akhirnya setelah berunding, mereka memutuskan untuk memakai kulit soa-soa.

Penangkapan soa-soa ini pun tidak sembarangan. Mereka memanggil hewan tersebut “Hei, napiri Bo..” secara terus menerus menggunakan bahasa Biak ini. Akhirnya soa-soa ini pun mengerti dan seolah-olah mau menyerahkan dirinya.

Akhirnya mereka menguliti soa-soa ini dan dipakai untuk menutupi salah satu sisi kayu yang berbentuk pipa itu. Hasil yang mereka kerjakan tersebut adalah alat musik seperti yang kita kenal sekarang sebagai alat musik tifa.

Penutup

Tifa juga ada didaerah Maluku, Tifa asli Maluku hanya berbentuk tabung biasa dan tidak memiliki pegangan. Alat musik yang khas ini memiliki ukiran-ukiran cantik sebagai penghiasnya dan menjadi khas daerah masing-masing.

Sebagai alat musik pukul, tifa begitu populer dan terkenal hingga mancanegara. Sebuah alat musik yang memiliki banyak cerita dan kandungan budaya yang kental. Tifa, alunan nada ritmik yang sama sejak dulu hingga kini terus memberikan warna bagi indahnya bumi Papua sebagaimana makna Tifa bagi masyarakat Papua.

Semoga kelestarian budaya Tifa bagi masyarakat Papua di jaga terus sebagai warisan leluhur yang harus di pertahankan.